Sakit itu bukan ketika raga ini mulai lemas lunglai. Bukan pula ketika mata melihat kunang atau bintang serasa berputar di atas kepala.
Tapi sakit itu ketika aku melihat engkau menyandarkan kepalamu di lengannya. Bukan cuma itu, tapi hatimu, di hatinya.
Sedih itu bukan ketika air mataku terurai. Tapi ketika air matamu jatuh dan ditangkap oleh jemarinya. Serta diusapnya perlahan.
Marahku bukan karena jemarinya menggandeng jemarimu. Tapi karena jemariku terlalu bodoh tak mengejar kekosongan di antara ruang jarimu.
Khawatir itu bukan tentang aku yang mengharapkan ruang kosong di hatimu. Tapi apakah ruang kosong itu terpenuhi oleh hatinya?
Dan senang itu bukan ketika aku sanggup bertahan melihatmu melingkar di peluknya. Tapi ketika kau menikmati setiap pelukan itu. Bersamanya.
Karena cinta yang sebenarnya adalah bukan tentang aku. Tapi tentang kau.
Tapi sakit itu ketika aku melihat engkau menyandarkan kepalamu di lengannya. Bukan cuma itu, tapi hatimu, di hatinya.
Sedih itu bukan ketika air mataku terurai. Tapi ketika air matamu jatuh dan ditangkap oleh jemarinya. Serta diusapnya perlahan.
Marahku bukan karena jemarinya menggandeng jemarimu. Tapi karena jemariku terlalu bodoh tak mengejar kekosongan di antara ruang jarimu.
Khawatir itu bukan tentang aku yang mengharapkan ruang kosong di hatimu. Tapi apakah ruang kosong itu terpenuhi oleh hatinya?
Dan senang itu bukan ketika aku sanggup bertahan melihatmu melingkar di peluknya. Tapi ketika kau menikmati setiap pelukan itu. Bersamanya.
Karena cinta yang sebenarnya adalah bukan tentang aku. Tapi tentang kau.
No comments:
Post a Comment