Otak dicipta dari ribuan bahkan jutaan saraf.
Pantas dia tak bisa diam.
Bekerja dan berpikir.
Bahkan ketika raga ini lelap di alam mimpi.
Begitu pun dua bola mata ini.
Pancaran penasaran.
Entah apa yang mampu membuatnya mampu berkedip lebih cepat dari hitungan detik?
Juga telinga yang berdaun dua ini.
Sekencang apapun gendang di dalamnya,
dia mampu menangkap berita sekecil apapun juga.
Pun dua lubang hidung ini.
Penyaring hebat yang pernah ada.
Si kotor mampu dipisahnya dari si bersih.
Otomatis.
Ada juga dua tangan ini.
Terdiri dari sepuluh jari untuk bekerja serta lengan untuk tempatmu bersandar.
Juga dicipta-Nya dua kaki ini.
Untuk menapaki jalan.
Bernama kehidupan.
Jika semua dijadikan dua?
Lantas kenapa bibir kenapa hanya diciptakan satu?
Apa ini yang dinamakan Tuhan tidak adil?
Apakah supaya bibir tidak lebih cepat marah
daripada mata untuk melihat atau telinga untuk mendengar? Mungkin.
Tapi yang pasti Tuhan benar.
Kadang kala menjadi diam itu baik.
Pantas dia tak bisa diam.
Bekerja dan berpikir.
Bahkan ketika raga ini lelap di alam mimpi.
Begitu pun dua bola mata ini.
Pancaran penasaran.
Entah apa yang mampu membuatnya mampu berkedip lebih cepat dari hitungan detik?
Juga telinga yang berdaun dua ini.
Sekencang apapun gendang di dalamnya,
dia mampu menangkap berita sekecil apapun juga.
Pun dua lubang hidung ini.
Penyaring hebat yang pernah ada.
Si kotor mampu dipisahnya dari si bersih.
Otomatis.
Ada juga dua tangan ini.
Terdiri dari sepuluh jari untuk bekerja serta lengan untuk tempatmu bersandar.
Juga dicipta-Nya dua kaki ini.
Untuk menapaki jalan.
Bernama kehidupan.
Jika semua dijadikan dua?
Lantas kenapa bibir kenapa hanya diciptakan satu?
Apa ini yang dinamakan Tuhan tidak adil?
Apakah supaya bibir tidak lebih cepat marah
daripada mata untuk melihat atau telinga untuk mendengar? Mungkin.
Tapi yang pasti Tuhan benar.
Kadang kala menjadi diam itu baik.
No comments:
Post a Comment