Friday, November 26

Dialog Aku dan Hujan.

Friday, November 26

Hujan masih turun perlahan. Emosinya belum reda.

Aku masih menatap keluar dari balik jendela. Membenamkan diri dalam lamunan. Menyabotase pikiran sendiri. Dibiarkan kosong. Diisi oleh suara rintik hujan.

Dan sepertinya Hujan tahu aku sedang memperhatikannya. Dia mulai memperlambat langkahnya ke bumi.

Dan aku mulai menyapa, 'Hai!'


Hujan tidak menyapa. Sedikit angkuh dia.

Matanya hanya tertuju ke tanah. Lurus, tak berkelok.


Memicingkan mata padaku pun dia tidak.


Kusenderkan badanku pada bangku di dekat jendela. Kubiarkan daguku menyentuh kaca. Agar lebih dekat dengan Hujan, pikirku.


Aku kembali melempar senyum.
Dia tetap cuek.

Ah, makhluk macam apa hujan ini. Sombong sekali dia. Melirik pun tidak.


Kutatap tanah dalam-dalam. Tak ada apa-apa, kecuali aromanya yang memang menyenangkan. Ya, aroma tanah ketika hujan.


Tapi apa yang membuat mata si Hujan tak sedikitpun lepas dari tanah?


Mataku tertuju kembali menoleh Hujan. Melempar senyum padanya. Mencoba mengalihkan perhatiannya. Sekali lagi.


Tapi tetap saja. Nihil.


Dan tetiba hujan berhenti.


Ah sudahlah ini sia-sia, pikirku.


Ternyata, kristal berwarna itu muncul. Dari merah hingga ke ungu. Membentuk lengkungan senyum bernama pelangi.


Ya, hujan membalas senyumku.

Akhirnya menatap mataku.


Menyenangkan, ketika kedua bola mata kita betemu. Dan pandangan kita saling beradu. Menyisakan lengkung di bibir yang tersipu malu.


Lebih indah dari yang pernah kuduga.

Dan itulah awal mula dialog kami.

Aku dan Hujan.


Tuesday, November 23

Bermain Bersama Matahari: Tentang Semangat

Tuesday, November 23
Kemana matahari pagi ini? Lupakah dia harus membawakan sarapan untukku? Secangkir harapan serta semangkuk semangat hangat?

Tak tampak sejumput senyum cerah yang terbit dari ufuk timur! Kemana dia? Adakah kalian melihatnya bersembunyi dimana?

Di balik jendela dia tak tampak. Di belakang rumah pun juga. Apa mungkin dia masih tertidur lelap? Sebentar, coba ku periksa ranjangnya.

Hasilnya pun nihil. Entah kemana lagi harus mencarinya? Tapi tunggu sebentar. Seperti ada suara dari dalam kosong di sebelah!

Kubuka pintu perlahan. Nyaris tak ada suara. Gelap. 'Lalu suara apa itu tadi?' bisikku dalam hati. Aku berusaha memicingkan mata.

'Harusnya aku yang menunggu! Mana sarapanku?' volume suaraku mulai menaik. 'Tenang, tak perlu bernada keras. Volume lembut pun aku dengar!'.

'Mana mungkin aku bisa membawakan sarapan apa itu tadi kau bilang? SEMANGAT? Kalau kau tak menemukan aku?' jawab matahari tenang.

'Kuncinya ada padamu. Kalau kau cari, kau pasti dapat!' lanjutnya.

'Benar juga!' pikirku dalam hati. Lagipula sampai kapan mengandalkan matahari membuatkan sarapanku?

Aku harus bisa meracik semangkuk semangat hangat untuk diriku sendiri!

Selalu menyenangkan memang berbicara dengan matahari. Walaupun kini mulai jarang! 'Terimakasih' sahutku. 'Hanya terimakasih?' jawabnya.

'Lantas?' tanyaku sambil mengernyitkan mata. 'Ganti kau sekarang yang buatkan sarapan! Ya, untuk aku!' sahutnya setengah memerintah.

'Kau pikir enak terkurung di ruang hatimu yang gelap dan lama tak terurus ini?' lanjutnya. 'SIAAALLL!'. Dan kami tertawa bersama.


Wednesday, November 17

Sandi Ini Nyata. Kamu?

Wednesday, November 17
dimana aksara? aku ingin menelanjangi mereka perlahan,
mencari makna tersembunyi di balik tubuh mereka.

ya, kode kehidupan.


sandi macam apa yang digunakan?
otak lelah berkeringat, tak bertemu jua apa jawabnya.


tak cukup kah hanya menjalankan saja tanpa harus ikut letih memecahkan sandi?
mencari tahu semua kepalsuan hidup ini?


tak cukupkah tanda tanya hanya sekedar simbol belaka?
kenapa harus menjadi nyata?


atau haruskah hidup berakhir seperti tanda titik?

sampai kapan kode kehidupan ini akan terpecahkan?

sampai bumi terbelah jadi dua lalu bintang terbit dari barat ke timur?
atau sampai tulang-tulang ini kembali lagi menjadi debu?


atau setidaknya bisakah aku sedikit membaginya untukmu?
membagi aksara untuk kita pecahkan sandi ini bersama?


ah, seandainya kamu itu nyata.




Tuesday, November 16

Suara Kesesakan

Tuesday, November 16
Ketika banyak tanya muncul di kepala.
Menyeruak mimpi seraya bertanya, 'KENAPA HARUS SAYA?'.


Sejenak menghentikan tumit kaki. Menyandera otak lalu mengurasnya.
Berdesah perlahan, 'DI PIJAK MANA SAYA BERTAHAN?'.


Lelah dengan semua drama ini. Drama kehidupan.

Ketika yang berusaha, dipandang sebelah mata.
Dan si pecundang bertemankan keberuntungan.


Kadang aku bertanya di kolong mana Tuhan bersembunyi?
Tak didengar-Nya kah suara sesak ini?


Tidak kah Dia tahu, aku bosan bermain petak umpet ini?

Aku mendekat dalam doa, Dia menjauh.
Sementara aku menjauh, diberinya cobaan agar mendekat dalam doa!
Apa mau-Nya?


Harus kah aku berbalik arah memuja setan?
Atau menyerahkan diri pada seutas tali?


Tak perlu Kau jawab. Biar bibir yang rapat ini bicara.
Agar otak yang kosong ini menumpahkan isinya.


Berlomba dengan jarum jam mengitung detik.
Ya, dibantu hening yang berbisik.




Monday, November 15

Pria Penyuka Diam

Monday, November 15
dalam diam, ada resah.

dalam diam pula banyak tanya.

pun ada harap dalam diam.

tak usah aku bersuara. biar nalar yang bicara.

diam itu emas. ya, bagi hati yang berkarat.

bibir ku kunci rapat. otak ku buka lebar.

biar oksigen segar berjalan perlahan masuk ke dalam.

ingat jangan besuara.

perhatikan langkah.

nanti bertemu aku di dalam,

si pria penyuka diam.


p a r a d o k s

bibir ini diam. pikiran yang bicara.
tak kah kau dengar, otak yang sedang berkecamuk di dalam?
berperang melawan kepedihan malam.

mata melihat. namun hati yang buta.
bukankah skala warna itu indah?
jangan butakan hati, khianati jiwa.

kuping terangkat. membiarkan hati terjatuh.
bukankah kata-kata mesra itu indah?
hati siapa yang tak jatuh padanya.

mata berbicara. agar lidah mendengar.
tak selamanya bibir bicara.
kadang ungkapan mata lebih kejam.


telinga tertutup. hati terbuka.
terserah mereka bilang saya apa.
tugas saya hanya menjalankan saja.

pikiran bicara. biar hati mendengar.
ketika lebih baik berbicara dengan diri sendiri.
sementara orang lain tak mendengar.


Sunday, November 14

Aku Membelah, Tapi Tidak Terbelah.

Sunday, November 14

Seperti ingin membelah diri.
Menyelesaikan tugas masa lalu serta mencari tahu masa yang akan datang.


Seperti ingin membelah hati.
Yang satu untuk mengobati yang lain.
Alasan lain kenapa saya ingin membelah hati:
Tak perlu takut untuk jatuh. Karena yang satu akan mengingatkan yang lain.


Saya pun ingin membelah pikiran.
Bagai ranting bercabang yang ditiup angin maka terbang. Mengayunkan namamu seorang.


Atau ada yang tau bagaimana cara memperbanyak mata?
Dua rasanya kurang. Terbuai paras berbalut kecantikan. Sayang untuk dilewatkan.


Begitupun dengan telinga. Tak cukup dua.
Masih banyak partitur nada dari surga yang belum dimainkan. Menunggumu bersuara.


Apalagi bibir yang hanya satu? Tebalnya kamus masih menyimpan kata. Belum semua terucap rata. Satu yang sering, yakni kata cinta.

Terus kenapa kaki hanya dua? Sementara jarak berjuta?
Haruskah berpacu pada waktu agar ujung semesta dapat tersentuh?


Membelah tangan. Diperbanyak menjadi empat.
Menyentuh langit dengan cepat, tepat. Dimana mimpi terbentang hebat.


Jutaan sel. Ribuan saraf. Dikalian menjadi dua. Bertemu di nadi.
Berjalan bersama mengelilingi sendi. Menanti hari ini


Tapi tolong jangan paksa aku membelah atau memperbanyak cinta.
Karena kita. --Aku. Kamu. Hanya satu.




Wanita Bermata Surga


Tatapanmu tertangkap retinaku.
Walau tak terlalu jelas, tapi cukup membekas.

Mungkin ini yang dinama surga.
Ya, aku baru saja melihatnya.
Mengurai kagum. Bersimpuh sujud.

Seolah kuda putih bersayap emas turun perlahan dari awan sana.
Mejemput terbang ke nirwana.

Tak ada siapa-siapa disitu.
Hanya aku dan pikiran yang turut melayang.
Menuju Pencipta sembari bertanya.
Apa yang dilukisnya di matamu?

Tak ada coretan amarah.
Lihat! Mana ada kerutan tertempel di pinggir situ?


Begitupun gambaran kesedihan.
Tak terlihat sembab. Air mata tak diproduksi di dalamnya.

Hanya tampak tinta putih kebahagiaan.
Tak bernoda.

Rasa penasaranku timbul.
Apa rahasia mata ini?
Kucoba tangkap lagi tatapan itu

Kutelusuri tiap jengkal tubuhnya.
Mencari tahu rahasia tatapan surga mata itu.

Hingga kutemukan sebuah ruangan bergembok.

Kuketok! Tak ada sahutan, 'Diam, goblok!'.

Kudorong perlahan. Ternyata gembok tak terkunci.
Kulihat sekitar, terang.
Samar terlihat tulisan, 'RUANG HATI'!

Banyak penghuni rupanya di dalam.
Ada ketulusan,
Rasa syukur,
dan pengendalian diri.

Bingung aku. Apa yang sedang mereka lakukan?

Mungkin ini rahasia wanita pemilik mata indah itu.

Penghuni surga. Ya, surga hatiku.


Wednesday, November 3

i'am. you are.

Wednesday, November 3
i'am moody. and you boost me up mostly.

i'am mellow. for you are my drama life.

i'am sad. for you are my tears.

i'am laugh. for you are my happiness.

i'am tragic. and you are my sweet accident.

i'am confused. but you are my final destination.

i'am melody. for you are my song.

i'am fly. for you are my wings.

i'am energetic. you are my ecstasy.

i'am tired. for you are my footsteps.

i'am exhausted. for you are running right in my mind.

i'am rest. for you are my life.

i'am universe. for you conspires me.

i'am book. for you are my chapter.

i'am sky. for you are my limit.

i'am dark. for you are my light.

i'am artery. for you are the blood.

i'am sick. for you are the pain.

i'am negative. for you are my positivity.

i'am stuck. but you are my sweet escape.

i'am stress. because you are my biggest problem.

i'am alpha. you are the omega.



Aku. Kamu. Titik.

Aku. Kamu. Satu cinta. Bernama surga.

Aku. Kamu. Dan kita tertawa. Definisi bahagia.

Aku. Kamu. Menunggu pagi. Berharap tak ada yang pergi.

Aku. Kamu. Menulis cerita. Hingga tua renta.

Aku. Kamu. Mengurai tangis. Berujung manis.

Aku. Kamu. Mengurai benang emas. Menyulam mimpi.

Aku. Kamu. Seucap doa lembut. Bertelut sujud.

Aku. Kamu. Terucap janji. Menggenggam hati.

Aku. Kamu. Berkata mesra. Meredam amarah.

Aku. Kamu. Bersama melangkah. Tak hilang arah.

Aku. Kamu. Terlanjur. Rasa yang sama.

Aku. Kamu. Tak dimakan cemburu. Tak habis waktu.

Aku. Kamu. Merelakan kepergian. Hanya jika kematian.

Aku. Kamu. Cobaan yang menguatkan.

Aku. Kamu. Meretas gundah. Melahirkan rindu.

Aku. Kamu. Akankah jadi satu. Melebur dalam 'kita'.

Aku. Kamu. Sederhana. Cinta.

Aku. Kamu. Akhir sukacita.

Tentang Lara.

Terdiam dalam masa.
Menanti harap sambil terucap doa kala resah.
Menenangkan asa.

Dada membuncah seolah ingin teriak.
Tapi apa daya bibir terjahit rapat.
Terikat oleh benang hitam kehidupan.

Guratan mata tak bisa berdusta.
Retina memerah terurai air mata.
Bukan, ini bukan tentang hati yang patah.
Tapi tentang jiwa yang lara.

Pikiran lalu lalang.
Kadang datang, kadang pergi tanpa permisi.
Menyisakan ruang kosong di otak.
Mencipta lamunan hingga tersentak .

Kaki melangkah gontai.
Ketika langkah ini hilang arah.
Sementara jiwa hilang harap.

Raga ikut membisu tak bergerak.
Bukannya sedang malas, hanya terlalu lelah untuk memelas.
Kepada Dia, Sang Pemilik Welas.

Berharap teriak kepada ombak.
Agar semua ini ikut terhempas.
Ditelan lenyap oleh deburnya.

Tapi apa daya.
Ini pun hidup.
Penuh ombang ambing ombak juga.

Menyisakan lara.
Bertemankan aku.
Seorang.


DRIVO JANSEN © 2014