Saturday, January 22

Surat Cinta Untuk Madhuri: Akumulasi Rindu

Saturday, January 22
Selamat malam, Madhuri.


Apa kabar hatimu?

Semoga cintamu masih tetap utuh dan doamu masih tetap sama. Terselipkan namaku. Jaminan amin atas kebahagiaan kita.

Jangan kau tanyakan kemana aku selama dua hari ini!

Bukannya aku melupakanmu. Lagipula mustahil itu terjadi.

Paku yang kau tancapkan di otakku terlalu dalam hingga sudah masuk mencapai dasar hatiku. Entah bagaimana caramu melakukan itu.

Ya, paku yang bertuliskan namamu itu.

Aku sengaja tak mengirimu surat cinta.

Untuk memberi sedikit ruang di hatimu agar bernapas. Menhembuskan jarak dan waktu. Menghela rindu.

Menyisakan satu.

Bilakah bertemu?

Wednesday, January 19

Surat Untuk Madhuri: Hujan, Rindu Bertemu.

Wednesday, January 19
Selamat pagi, Madhuri.
Sepagi ini kau pasti sudah bangun dan langsung menatap keluar dari daun jendela. Aku sudah hafal kebiasaanmu di kala hujan. Berdiam diri memandangi butiran hujan yang menghampiri.

Hei, jangan bertopang dagu. Tak baik itu katanya.

Aku jadi memikirkan apa yang sedang kau pikirkan di kala hujan.

Kalau aku? Sudah pasti kau.

Rinduku melebur dalam butiran hujan. Berpacu menuju tanah. Berharap singgah dihatimu.

Oh iya, tahukan kau kenapa pelangi tak muncul pagi tadi? Dia sedang merenda warna, menjahitnya dengan senyuman dari balik jendela.

Ah, aku semakin rindu.

Omong-omong, aku mulai beraktifitas hari ini. Iya, aku sudah makan tepat waktu. Dan obat juga sudah kuminum. Sudah, jangan khawatir.

Lihat, sekarang hujan sudah reda.
Menyisakan rindu.

Meninggalkan tanya, kapan kita bertemu.

Tuesday, January 18

Surat Cinta Untuk Madhuri: Perawat Hatiku (Bagian II)

Tuesday, January 18
Selamat malam, Madhuri.

Aku masih terkungkung disini. Dalam kesendirian. Dengan sakit yang masih tertahankan. Hanya beranjak seluas 2 x 2 meter di atas kasur. Ditemani layar kaca 21 inchi.

Bosan memang.

Tapi untunglah, walaupun ragaku tertahan di kamar. Pikiranku masih bisa melayang-layang.

Ya, ke arah kamu.

Aku sudah minum obat. Begitupun dengan makan tepat waktu. Terimakasih sudah mengingatkanku akan hal itu.

Perhatian-perhatian kecil itu jauh lebih manjur dari segala jenis tablet yang masuk ke pembuluh nadiku.

Dan aku punya cerita. Aku ingin mengenalkan padamu teman baruku. Namanya, Polysilane.

Dia yang merawat aku sekarang. Berbentuk cairan berwarna putih. Rasanya manis bercampur mint. Segar.

Sudah jangan cemburu begitu.

Baiklah, aku ganti. Dia yang merawat lambungku sekarang.

Sementara kau? Tetap merawat raga serta hatiku pastinya.

Jangan lupa sebut namaku dalam tiap sujudmu. Doakan kesehatanku.

Aku tak sabar ingin bertemu denganmu. Sang perawat hatiku.

Ya, aku yang selalu mencintaimu.


Monday, January 17

Surat Cinta Untuk Madhuri: Perawat Hatiku (Bagian I)

Monday, January 17
Selamat pagi, Madhuri.

Bagaimana kabarmu? Aku tidak terlalu baik.

Bukan, aku sedang membicarakan sakit malarindu.

Tapi pagi ini aku terbangun dengan lambung yang perih. Melilit sekali.

Iya, aku tahu ini memang salahku yang tidak mendengar celotehmu. Mengabaikan perhatianmu. Untuk mengisi perutku tepat waktu.

Kegiatan ini mulai membunuhku. Untung ada cintamu yang menguatkan aku.

Aku menulis surat ini dengan segelas teh hangat digenggaman.

Tapi kuakui, cintamu lebih mampu menghangatkanmu.

Jangan khawatir. Aku sudah menelan pil pengurang rasa sakit.

Walau senyummu tetap pil penawar sakit termanjur untukku.

Seandainya kau ada disini.

Tak perlu aku khawatir lagi. Karena ada kau yang akan merawatku.

Bukan hanya mengurus raga, pun hatiku.

Sunday, January 16

Surat Cinta Untuk Madhuri: Kesederhanaan Cinta.

Sunday, January 16
Selamat malam, Madhuri.

Bahagiaku, hari ini. Bisa melihat wajahmu (lagi).

Tawamu hari ini, kredit bahagiaku bagi masa yang akan datang.

Kau tampak cantik hari ini. Memakai gaun putih dan sepatu berhak tinggi berwarna senada. Ah, menawan. Seperti biasanya.

Rambutmu sengaja kau ikat gelung keatas. Menampakkan lehermu yang agak jenjang itu. Dengan menutup mataku, aku bisa menebak itu kau. Dari aroma bau parfum yang tercium dari situ.

Bagai aroma terapi, menenangkan jiwaku. Mempertuan hatiku.

Dan wajahmu yang sengaja tak kau poles dengan make-up itu. Itulah yang suka darimu.

Tak perlu kau pakai perona pipi. Tinggal kupanggil kau dengan sebutan 'Cinta' dan lihat! Pipimu sudah berubah merah muda.

Tak perlu kau pakai pewarna bibir. Namun kepolosan bibirmu itulah candu bagi bibirku. Memagut sukmaku.

Tak perlu kau pakai apa-itu-yang-biasanya-dipakai-wanita-disekitar-mata. Karena aku sudah jelas melihat surga dari situ. Ya, matamu.

Aku mencintai kesederhanaanmu. Sesederhana aku mencintaimu.

Jangan pernah berubah dari kesederhanaan itu, Madhuri.

Karena kesederhanaanmu, cinta yang memegahkan aku.



Saturday, January 15

Surat Cinta Untuk Madhuri: Aku Mimpi, Kamu Nyata.

Saturday, January 15
Selamat Pagi, Madhuri.

Bagaimana tidurmu? Aku tahu kau pasti terlelap. Suara dengkurmu terdengar hingga ke telinga hatiku. Menenangkan jiwa.

Tapi tunggu dulu.

Apakah semalam kau menghampiriku?

Wajah itu. Wajah yang sama denganmu. Warisan surga terindah yang pernah tercipta.

Sentuhan itu. Sutra licin sekalipun akan terkulai lemas bila disentuhnya.

Dan senyum itu. YA, itu senyummu.

Ah, sudahlah. Tak dapat lagi kulukis dengan kata. Tak akan cukup kanvas untuk menggambarnya.

Apa mungkin itu hanya mimpi?

Sekiranya iya, bolehkah aku tidur selamanya saja?

Jangan bangunkan aku.

Agar bayanganmu tak sedetikpun lepas dari bola mataku.

Tapi sudahlah. Toh, sebentar lagi kita akan bertemu.

Madhuri, jangan lupa habiskan sarapan khusus yang kubuat untukmu.

Semangkuk harapan dan segelas tawa hangat. Tadi kusuruh matahari mengantarkan langsung untukmu.

Jangan lupa selipkan namaku dalam tiap doa pagimu. Seperti aku mengucap syukur pada Sang Pencipta tiap kali aku mengingat kamu.

Agar semesta turut merestui kita.

Agar kau yang kupanggil mimpi. Segera menjelma menjadi nyata.

Friday, January 14

Surat Cinta Untuk Madhuri: Selamat Malam, Cinta!

Friday, January 14
Selamat malam, Madhuri.
Apa kabar hatimu? Semoga masih berwarna merah muda. Seranum pipiku bekas kecupan bibirmu tadi.
Lihat ini, masih berbekas merah kan? Sengaja tidak kucuci mukaku dibagian itu. Ya, terdengar bodoh memang. Tapi itulah cinta.
Semoga angin malam menghampirimu? Kusuruh dia menyampaikan salamku. Untukmu.
Kuperintahkan dia menemani tidurmu. Membelai rambutmu, menyentuh pipimu. Seolah itu aku.
Jangan takut. Aku mengintipmu dari jauh. Kau lihat kan kerlingan bintang-bintang itu? Anggap saja itu senyumku. Yang berusaha menghunus jantungmu.
Dan bulan. Dia itu penjagamu. Jangan khawatir. Keselamatanmu aman di tangannya.
Aku tahu. Kau pasti akan mendengkur. Aku siap mendengarnya dari sini. Telinga hatiku.
Tapi tahukah kau? Dengkurmu itu yang meninabobokan aku.
Ya, nyanyian pengantar tidurku.
Menyenangkan, betapa jagad raya akan menyelimutimu dari segala lelah.
Jangan risaukan lelapku. Nyenyak mu itu, bahagiaku.
Selamat malam, semesta.
Selamat tidur, cinta.


Monday, January 10

Hatimu, Yang Kau Titipkan Padaku.

Monday, January 10
@sheviona:
Hatiku, seingatku belum pernah kuberikan padamu.
Entah kapan, kulihat ia sudah berada dalam genggamanmu.
Berdenyut di sela kuasa jarimu.

@drivojansen:
Hatiku. Terukir jelas di kalender itu.
Tinta merah bergambar senyum itu.
Pernah kau titipkan padaku.

@sheviona:
Mungkin, terlalu banyak candu yang kauselip di kecupmu.
Sungguh, hilang sadarku kala menitipkannya padamu.

@drivojansen:
Hatimu, yang kau titipkan padaku.
Ku jaga agar tak rapuh dimakan waktu.
Ku isi doa, agar tetap menyala.
Menjadi lentera jiwa.

@sheviona:
Doa apa yang kaubaca?
Ia mendetakkan namamu, hanya untuk layu di penghujung hadirmu.
Aku tak mau ia hidup, kalau bukan denganmu

@drivojansen:
Doa agar semesta menurunkan hujan.
Agar kita bisa menabur benih di tengah harap.
Dalam kata berbalut janji.
Berujung setia.

@sheviona:
Jangan janji. Pernah sakit hatiku dihempasnya.
Aku tak mau hanya sekedar kata.
Diam sajalah, genggam hatiku selamanya.

@drivojansen:
Pegang kataku. Seperti kau pegang hatiku.
Itu bukti aku menjaga hatimu.
Ya, hati yang kau titipkan padaku.

@sheviona:
Ijinkan aku menjalin kata katamu menjadi jaring.
Karena padamu, aku ingin terjatuh lagi.
Tangkap aku. Itu saja pintaku.

@drivojansen:
Jaring pengikat cinta kita.
Jangan takut. Kau akan lebih dari kutangkap.
Bahkan kusimpan sebagai kenangan terindah.
Kado istimewa dari semesta.
Ya, istimewa.




diposting dari sahutan kicau antara @sheviona dan @drivojansen.
DRIVO JANSEN © 2014