Thursday, December 30

Rinduku Sudah Mati

Thursday, December 30
Rinduku sudah mati.

Tertikam pilu. Tersapu hujan.

Saat tangan itu mendekap hangat pundakmu.
Pundak yang sama, tempat hatiku kala rapuh bersandar mencari teduh.

Saat mata yang sama tempatku menatap eloknya surga.
Kini sudah menemukan surganya sendiri

Saat matahari kehilangan cahaya.
Perlahan memudar. Buyar terpencar.

Saat rasa perlahan terkubur oleh ketakutan yang berkuasa.
Saat doa jadi senjata atas jarak.

Saat tiap alfabet atas namamu sudah bertuan.
Menjadi jawaban atas doa bagi si pemiliknya.

Rinduku sudah mati.

Hatiku kembali tak berpenghuni.

Menanti kau-yang-tak-tahu-entah-siapa mengucap jampi.
Agar dia hidup kembali. Entahlah, apa waktu bisa menggenapi!

Tertutup kafan suci. Atas cinta, mimpi dan harapan.
Meninggalkan satu ukiran kisah bertema kepedihan.

Rinduku sudah mati.

Dan aku hanya bisa menitip pesan pada doa.

Agar kalian terberkahi.




Friday, December 24

[Preview] Penyulam Rasa

Friday, December 24
Namanya, Pai Inong.

Hanya menyulam satu-satunya kegiatan yang dari dulu hingga sekarang ia tekuni. Sampai detik ini.

Hanya suara radio yang menemaninya. Satu-satunya harta berharga yang dimilikinya.

Hingga akhirnya suara lagu dari radionya tetiba mati dan berganti dengan musik berlatar belakang berita.

'Pendengar, telah terjadi letusan di Gunung Merapi, Jogjakarta. Diperkirakan lelehan lahar menuruni lereng gunung, ke arah pemukiman penduduk. Abu vulkanik terasa di sekitar udara. Penduduk telah dievakuasi seminggu setelah peringatan 'Awas' Gunung Merapi berubah menjadi 'Siaga'. Demikian info yang kami berikan. Nantikan terus perkembangan mengenai meletusnya Gunung Merapi.'

'Anak ini bernama Hadi. Berumur sekitar delapan tahunan. Dia terpisah dari keluarganya, ketika warga sedang panik-paniknya mengungsi turun ke bawah lereng gunung. Dia tidak tahu dimana ayah, ibu beserta ketiga adiknya berada'.

Sementara si anak yang dimaksud hanya diam tak mampu berkata apa. Air matapun tampak sudah kering, enggan keluar. Tak mampu mewakili kata-kata lagi.

Gantinya Pai Inong yang meneteskan air mata. Entah kenapa, terurai jatuh.

Tiba-tiba tangan Pai Inong meraih bolpoin. Diambilnya kertas dan mulai digoresnya tinta.

Engkau tahu kenapa pada hari pertama kau berada di bumi, ayah dan ibumu menamakan engkau seperti namamu?

Untuk hari ini. Saat ini. Itu alasannya.

Hadi. Laki-laki.

Apakah engkau tahu apakah artinya itu? Agar engkau tegar. Tidak menyerah pada hidup. Dan terus berjuang, sekeras apapun itu. Ciri laki-laki sejati.

Dan saat ini, kau sedang diuji. Begitupun namamu.

Boleh saja kau pikirkan keluargamu yang terpisah. Tapi jangan larut. Bumi tetap berputar. Hidup selalu berjalan.

Pasti ada rencana indah dari Sang Pemilik Semesta dibalik ini semua. Aku yakin itu.

Hadi, jadilah laki-laki sejati. Seperti namamu.

KAU PASTI BISA!

Air mata menetes sembari Pai Inong menulis. Dia tahu persis perasaan Hadi saat itu. Tersesat. Tak ada pegangan.

Pai Inong kembali pilu. Tak sanggup lagi menahan luapan air mata entah untuk yang keberapa kalinya.

Pikirannya kembali melayang. Menyusuri jejak waktu. Menembus jarak masa lalu. Ketika air bervolume besar menyapu bersih gubuk tinggal, meluluh-lantahkan segalanya. Yang juga turut menjemput cucu laki-laki kesayangannya. Ya, 26 Desember beberapa tahun lalu.


-sekian-
Untuk detail ceritanya, AYO BELI BUKUNYA! cerita ini ada di #writers4indonesia: Be Strong, Indonesia! buku #enam!
DRIVO JANSEN © 2014