Sunday, August 28

Kita. Pasar Malam. Suatu Saat Nanti.

Sunday, August 28
gambar via google - (halorats.blogspot)


Aku ingin suatu saat nanti mengajak kau berjalan-jalan ke pasar malam. Hanya aku dan kau, kita berdua. Pun tidak dengan bayangan satu sama lain. Meninggalkan duka dan lara. Juga beban yang ada. Hanya membawa diri serta tawa dan canda.

Kita mulai menikmati kembang api yang menyala. Sambil tertawa di atas bianglala.


Aku akan mengajarimu untuk tidak takut lagi dengan makhluk bermulut lebar, berambut keriting, bernama badut. Merayumu agar mau foto bersamnya. Menenangkan teriak kecilmu sambil meyakinkan bahwa aku masih disini, bersamamu.
Setelah itu kita mencoba segala permainan. Mulai dari lempar bola berhadiah boneka beruang hingga ikut meramal segala.

Ah, iya. Tidak ketinggalan hal kesukaanmu. Permen gula kapas berwarna merah muda itu. Aku selalu tertawa terbahak mendengar kau menyebutnya 'permen rambut nenek'. Entah dari mana kau dapatkan nama itu.


Tak peduli terhimpit desakan di tengah kerumunan. Hingga tanpa sadar tangan kita saling menggenggam. Takut tersesat, takut kehilangan.



Sunday, August 21

Wajahmu, Imagi Sempurna!

Sunday, August 21
aku ingin menjumput secuil matahari
melukiskannya di pipimu
membuatnya merah merona

aku ingin meracunimu
dengan abjad penuh cinta
yang berbaris mesra menuju telingamu

aku ingin melayangkan kecup
tepat di keningmu
agar kau tahu rasanya terbang

aku ingin berbicara lewat matamu
langsung tepat ke hatimu
membuatnya berdetak lebih cepat


aku ingin merasakan surga
lewat lembut bibirmu
mengalir ke sekujur aliran pembuluh darahku

Dan wajahmu, imagi sempurna yang terlintas dalam bayang wajahku!



Wednesday, August 17

Pancasila, Sakral!

Wednesday, August 17
17 Agustus 1945

kain merah putih itu dijunjung
berkibar di tempat paling tinggi
hati rakyat Indonesia

terdengar rayuan pulau kelapa
bahkan nyiur ikut melambai

suka atas rasa bebas tertindas
lelah atas kerja terjajah

berdiri atas tanah yang sama, tanah Indonesia.
berlindung dalam rumah yang sama, Pancasila.
menatap ke langit yang sama, dimana Garuda dapat mengepakkan sayap setinggi-tingginya.

18 Agustus 1945 - 16 Agustus 2011

mungkin Garuda tak lagi menoleh ke kiri
melainkan tertunduk lelah
meneteskan air mata

rumah itu hampir rubuh
ya, rumah tempat kita berlindung dulu
Pancasila itu

atapnya tak lagi berlandaskan Ke-TUHAN-an, namun ke-ORMAS-an
dinding keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tak lagi berdiri kokoh. timpang!
bahkan parahnya lagi, hampir tak ada pintu menuju persatuan Indonesia

17 Agustus 2011

Hari ini,
kain merah putih itu dinjunjung kembali
teringat 66 tahun yang lalu
dimana haru dan semangat bertemu

memupuk semangat
menuai optimisme
mengesampingkan perbedaan

demi mimpi yang sama
bhineka tunggal ika





Tulisan ini dibuat sebagai kado bagi Republik Indonesia, Dirgahayu yang ke-66
Semoga tak ada lagi penjajahan dalam bentuk apapun di muka bumi Indonesia





Sunday, August 14

Apa Ini Cinta?

Sunday, August 14

Apakah ini cinta?

Ketika aku disini dan engkau disana.
Berharap bertemu dalam semesta yang sama bernama ruang rindu.

Ketika jemari saling berpelukan.
Dan waktu hanya bisa menatap iri kita yang saling berdekapan.

Rintik hujan yang lari berlomba menuju tanah.
Membasahi keringku, menuntun kepada satu kamu, pelangiku.

Diam yang tertahankan, ketakutan yang menyakitkan.
Akan rasa yang terpenjara. Terborgol rapat dalam dada.

Sesak yang berapi-api dalam wadah berbentuk cemburu.

Jatuh dan sakit yang berkali-kali.
Namun tetap terulang lagi.

Ketika kita bersembunyi di balik iman yang berbeda.
Berharap Tuhan tidak tahu. Atau pura-pura tidak tahu.

Butir air yang tak sanggup mengucapkan kata perpisahan.
Dia hanya bisa mengalir keluar, melewati pipi.

Ketika kita berharap pada kekekalan.
Sementara tak ada yang kekal di dunia ini, termasuk kita sendiri.

Entah, mungkin aku tak pandai mengurai apa itu cinta.
Namun selama aku bisa mencintai dan dicintai.
Itu lebih dari cukup.



Filosofi Balon

Bagai helium dalam ribuan saraf.
Berpencar dalam ruang kosong.
Mengisi aku.

Membumbung tinggi melayang.
Bebas menari menyapa langit.
Menerbangkan aku.

Kita, warna-warni yang memberi senyum pada dunia.

Pegang erat aku dengan ujung jarimu.
Jangan pernah lepas.

Aku tidak mau tersesat di angkasa.
Melayang tanpa tujuan arah.
Sepi sendiri.

Bahkan lebih buruk lagi.

Aku hilang.
Tidak akan pernah kembali padamu lagi.
Dan aku takut itu.



Saturday, August 13

Di Balik Bilik

Saturday, August 13
Dalam kotak berukuran meter kami saling bertatapan.
"Aku ingin bicara," katanya seketika.
Jantungku lalu berdegub.
Ada apa lagi kali ini.

Dan dia mulai merajuk.
Berkedip sekali-dua-kali.
Hingga akhirnya hanya hitam yang tampak.

SIALAN!

Selang beberapa menit kemudian dia menyala.
Terang, seolah semua kembali normal.
"Aku ingin seperti mereka," sahutnya ketus.

Dan seolah skenario yang benar-benar sudah diatur,
Terdengar bunyi krasak-krusuk dari bilik sebelah.
Erangan halus diiringi suara manja.
Serta hembusan napas yang saling beradu.
Bagai keriaan yang tak akan pernah berakhir.
Nikmat meraih surga.

GILA!

"Aku memang pacarmu di kala malam minggu," ucapku berang.
"Tapi kau hanya sebuah layar bermesin! CAMKAN ITU!"
lanjutku sambil melangkah keluar.





ditulis dari bilik nomor lima
bukan berdasar kisah nyata, hanya fiksi belaka



DRIVO JANSEN © 2014