Monday, June 8

Sebuah Tulisan di Tengah Pandemi

Monday, June 8

"Hai, apa kabar?"

"Gimana, masih waras?"

Sebuah pertanyaan yang seringkali didengar, belakangan ini. Pertanyaan yang mungkin sering ditujukan  kepada  orang lain, tapi kadang lupa menanyakan kepada diri sendiri. 

Sudah sekitar tiga bulan berada di rumah saja, cukup punya banyak waktu luang, karena tidak cukup banyak yang dikerjakan. Walaupun banyak kebiasaan-kebiasaan baru yang entah bertambah atau berubah di kala waktu karantina di rumahada yang mulai senang memasak, berbekal resep online di sosial media, ada juga yang mulai senang dengan dunia tanam-tanaman, merubah sudut di rumah menjadi lebih hijau, atau bahkan iseng-iseng mulai membuat podcast, misalnya.

Atau bagi mereka yang tetap bekerja dari rumah, beradaptasi dengan ritme pekerjaan yang baru. Mengisi absen, lanjut dengan conference callyang mungkin bisa sampai malam, di luar jam kerja seharusnya. Belum lagi harus berurusan dengan pekerjaan rumahliterally. Batas-batas kehidupan dan pekerjaan yang makin kesini, makin tidak tampak, blur.

Apapun dilakukan, mencoba kebiasaan baruatau mungkin kebiasaan lama yang tadinya sudah jarang dilakukan, semuanya dicoba untuk menjaga diri tetap waras di tengah pandemi ini.

Dua bulan pertama, mungkin masih nikmat. Semua dicoba.

Memasuki bulan ketiga, perlahan-lahan mulai bergeser.

Seberapa keras usaha diri untuk tetap menjaga pikiran agar tetap positif, pasti ada satu masa dimana rasa lelah itu tidak bisa ditahan, tumbang juga.

The louder the laugh, the deeper the sadness. 

Hampir dua malam tidak tidur. Mata lelah mengantuk, tapi isi kepala menerawang kesana kemari, segar bugar.  Entah, ada saja yang jadi bahan pikiranlucu sekali jika mengingat kembali apa saja isi kepala saat itu karena sungguh randomnya. Good lord, trust me this is really exhausting.

Mungkin malam itu bagianku, tetap terjaga.

Bisa jadi malam sebelumnya, bagianmu, temanmu, kekasihmu atau salah satu kerabatmu.

Kita mungkin tidak bisa menjaga pikiran untuk selalu waras di tengah pandemi seperti inidi tengah ambigu berita dan realita.

Tapi kita bisa menjaga satu sama lain.





Dimulai dari orang-orang terdekat kitateman, kolega, keluarga.

Hampir setiap hari isi pesan di Whatsapp isinya hanya, "Teman, hari ini masak apa?"

Monoton? Banget. Bosan? Bukan lagi. Saking tidak tahu harus ngobrol apa lagi. Tertawa untuk hal-hal yang kadang apa-banget, yang penting bisa ketawa. Tapi obrolan-obrolan monoton semacam ini yang bisa menjaga satu dengan yang lain.

Atau mungkin, tidak ada salahnya jika kamu mengirimkan pesan "Apa kabar? Sehat selalu!" ke nomor kontak yang mungkin selama ini hanya tersimpan saja di telepon selularmu. Sesederhana itu. 

Tetap jaga dialog, agar kepalamu tidak bermonolog sendiri.

Hingga suatu saat nanti akhirnya, kembali ke kehidupan tanpa perlu was-was lagi dengan keadaan, dimana tatap muka, jabat erat, peluk hangat jadi pengganti dialog.

Ketika kamu membaca tulisan ini, semoga menjadi pengingat bahwa aku, kamu, kita pernah ada di tengah pandemi semacam ini. Dan kita, saling menjaga dan menguatkan.

This too shall pass. 




*tulisan ini dimuat juga di medium.com/@drivojansen

No comments:

DRIVO JANSEN © 2014