Saturday, April 23

Buku dan Si Burung Pekicau

Saturday, April 23
Siang itu terik sekali. Aku bisa mendengar pembicaraan dua orang wanita yang saling mengobrol melalui telepon genggam itu. Sambil berbicara dia menggerakkan telapak tangan membentuk semacam kipas karena gerah.

Sesekali dia melirik aku.

Dari sini aku bisa mendengarkan pembicaraan mereka.

"Elo emang udah follow dia? Gw barusan di-mention." tanya wanita yang di ujung telepon.

"Yaelah, gw udah di-follow dari sebulan yang lalu!" sahutnya dengan nada penuh bangga.

Aku mulai bingung. Apa yang sebenarnya diperbincangkan kedua wanita ini dari tadi.

Follow? Mention? Retweet? Dan sesekali aku mendengar kata Twitter.


Sudah hampir seharian aku dibiarkan tergeletak di atas meja. Dibiarkan terbuka dengan pembatas persegi panjang di halaman yang masih sama. Tidak berubah dari beberapa minggu yang lalu.


Sudah beberapa bulan ini aku memperhatikan dia. Sementara aku bisa melihat mimik wajahnya berubah-ubah. Mulai dari tertawa terbahak hingga tiba-tiba mengerutkan dahi. Tapi tetap dengan jempol yang menempel di keypad telepon genggam. Mengetik dengan cekatan.

Dan beberapa hari berikutnya aku masih tergeletak di meja. Masih dibiarkan terbuka. Dengan halaman yang sama. Namun kali ini bedanya ada debu yang mulai menempel di tubuhku.

Sepertinya dia sudah lupa padaku. Betapa aku dulu kecintaannya.

Diam-diam aku bergerak menuju meja komputernya. Kutekan tombol untuk menyalakan monitornya. Kulihat halaman situs terakhir apa saja yang dikunjunginya.

Dan benar saja, nama Twitter muncul berbaris.

Ternyata ini yang menyebabkan aku dibiarkan berdebu selama ini. Mainan baru yang mencuri perhatian terhadap aku.

Aku mulai mengarahkan mouse komputer menuju petunjuk 'Buat akun baru'. Dan ya, berhasil! Aku resmi terdaftar di situs jejaring sosial ini.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Matanya langsung menuju ke arah komputer yang menyala.


Apa aku lupa mematikan komputer? Dengan internet dan situs twitter yang masih terpampang di layar? Pikirnya.

Dia bingung melihat kenapa aku tergeletak di depan komputer. Sementara aku pura-pura tak bergerak agar tak ketahuan.

Dia menyentuhku. Sedikit membersihkan debuku. Apa ini pertanda dia akan memberi perhatian kepadaku kembali? Aku berharap cemas.

Hinga, BRAAK! Terdengar bunyi benda jatuh di lantai. Ya, itu aku!

Dia begitu saja melempar aku sementara tangannya langsung beralih ke situs jejaring sosial itu.

Dan benar, rasa penasaran itu menyakitkan. Twitter (hampir) membunuhku.





Cerpen ini dibuat untuk merayakan Hari Buku yang jatuh tepat hari ini.
Sudah berapa banyak buku yang dibaca setelah membuka akun twitter?

Jika buku bisa menangis, dia pasti akan berkata: Kalian berubah :'(

Terinspirasi dari fiksimini saya yang dibuat tadi pagi.

PENASARAN. tidak mau ketinggalan, buku pun membuka akun di twitter. @fiksimini

No comments:

DRIVO JANSEN © 2014