Satu kepalaku namun cukup menyimpan ribuan imaji tentangmu.
Namun deras hujan serta angin kencang datang mebuyarkan pikiran.
Imaji itu hilang berantakan.
Terpencar berserakan.
Laksana serpihan kaca kupungut imaji itu satu-persatu.
Mencoba mengurainya menjadi gambar utuh kembali.
Ya, wajahmu!
Agar serpihan imaji itu tersusun kembali.
Dan gambar wajahmu muncul menghiasi pikiranku lagi.
Namun deras hujan serta angin kencang datang mebuyarkan pikiran.
Imaji itu hilang berantakan.
Terpencar berserakan.
Laksana serpihan kaca kupungut imaji itu satu-persatu.
Mencoba mengurainya menjadi gambar utuh kembali.
Ya, wajahmu!
Tanpa terasa tangan bersimbah darah. Entah kenapa?
Apa ini yang disebut nestapa?
Akan hati yang tidak bersambut sapa?
Apa ini yang disebut nestapa?
Akan hati yang tidak bersambut sapa?
Entah sampai kapan luka ini akan menganga.
Selama retina mata masih terjaga.
Selama itu kenangan akan terjaga juga.
Mimpiku hanya satu.Selama retina mata masih terjaga.
Selama itu kenangan akan terjaga juga.
Agar serpihan imaji itu tersusun kembali.
Dan gambar wajahmu muncul menghiasi pikiranku lagi.
Namun ada satu bagian hilang dari imagi itu.
Entah dimana ia terpisah.
Bagian yang paling kurindukan.
Ya, senyummu.
Entah dimana ia terpisah.
Bagian yang paling kurindukan.
Ya, senyummu.
No comments:
Post a Comment